
Pendidikan merupakan pondasi dasar dalam memperbaiki kehidupan. Bukan tanpa alasan, Allah mengisyaratkan itu melalui perjalanan hidup Rasulullah Muhammad, Sang Teladan. Walau ada berbagai masalah sebelum wahyu diturunkan, semisal adanya kesenjangan sosial, politik yang diwarnai kesewenangan, ekonomi yang penuh dengan kecurangan, moral yang tidak karuan, keilmuan yang jauh ketinggalan, dan keyakinan yang dikotori kesyirikan. Tetapi Allah memulai sebuah perubahan dengan perintah “bacalah” yang tentu mengarah pada masalah keilmuan atau pendidikan.
Sekarang yang menjadi pertanyaan, pendidikan seperti apa yang dapat membawa perubahan yang baik dalam kehidupan? Jawabannya, tentu pendidikan yang mengantarkan kita pada ketakwaan, seperti di isyaratkan oleh surat yang pertama diturunkan, ia diawali dengan perintah membaca dan diakhiri dengan perintah bersujud(1). Bila tidak demikian, maka manusia hanya akan melampaui batas, seperti yang Allah tegaskan di ayat 6, setelah sebelumnya berbicara masalah keilmuan.
Banyak pelajaran yang Allah sertakan untuk mengawal perubahan dalam kehidupan Rasul Sang Teladan melalui Al-Qur’an. Salah satu materi yang berperan besar adalah tentang kesejarahan. Walau berupa cuplikan-cuplikan kisah, tapi ia menghiasi sepertiga Al-Qur’an, dan hal ini cukup membuktikan akan pentingnya pelajaran sejarah dalam kehidupan. Baik itu sebagai pelajaran, peringatan, ataupun panduan. Dalam Al-Qur’an sendiri Allah menjelaskan bahwa dari kisah- kisah yang dijamin kebenarannya ini, terdapat pelajaran bagi orang-orang yang memiliki akal, ia menjelaskan segala sesuatu, dan ia pun akan menjadi petunjuk serta rahmat bagi orang yang memadukan akal dan imannya dalam mengambil pelajaran.(2)
Di ayat lain, Allah juga menjelaskan bahwa kisah-kisah yang diceritakan itu bertujuan untuk meneguhkan hati, serta sebagai pelajaran dan peringatan bagi orang yang beriman(3). Selain isyarat-isyarat lembut agar kita belajar dari sejarah, Allah juga memerintahkan kita secara tegas dan terang-terangan agar berjalan ke segenap penjuru bumi dan memperhatikan kesudahan umat yang telah berlalu(4). Untuk apa? Tentu saja untuk mengambil berbagai pelajaran yang bisa meneguhkan hati, menumbuhkan kecintaan, menambah kesabaran, memberi inspirasi, memperkuat keimanan, juga agar kita tidak mengulangi kesalahan umat terdahulu.
Perjalanan hidup Nabi Muhammad telah membuktikan bagaimana pelajaran sejarah berperan. Suatu hari Rasulullah didatangi Khabbab bin Al-Arts yang mengeluhkan kondisi umat Islam yang semakin payah karena berbagai tekanan, ia berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, tidakkah engkau berdo’a agar kita terbebas dari siksaan ini?” mendengar itu, Rasulullah memberi nasehat yang meneguhkan hati, menambah kesabaran, menumbuhkan keyakinan, dan meringankan beban yang dirasakan, dengan menceritakan keadaan umat terdahulu yang menerima siksaan jauh lebih berat tetapi tetap teguh dalam keimanan.(5)
Bukan hanya itu, sebelum Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk dakwah secara terang-terangan melalui surat Asy-Syu’ara ayat 214, Allah dahului ayat-ayat sebelumnya dengan menceritakan kisah Nabi Musa dari permulaan kenabiannya hingga hijrahnya bersama Bani Israil, serta lolosnya mereka dari kejaran Fir’aun dan kaumnya yang akhirnya ditenggelamkan. Selain itu ada juga kisah kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum Nabi Ibrahim, kaum Nabi Luth serta Ashhabul Aikah. Rincian ini seolah Allah jadikan bekal untuk Rasulullah dan para sahabat yang akan mulai menampakkan dakwah. Baik itu bekal sebagai contoh yang bisa ditiru, sebagai gambaran agar tumbuh kesiapan dalam menghadapi tantangan kedepan, ataupun sebagai penguat keyakinan karena kesudahan kaum yang mendustakan adalah kebinasaan(6). Dan masih banyak bukti lain tentang peran pelajaran sejarah dalam kehidupan Rasul Sang Teladan.
Selain Rasulullah, para sahabat pun tidak ketinggalan mengambil pelajaran. Miqdad bin Al-Aswad pernah berkata untuk meyakinkan Rasulullah ketika beliau meminta pendapat menjelang perang Badar. Miqdad berkata, “wahai Rasul, kami tidak akan mengatakan seperti apa yang dikatakan kaum Nabi Musa kepada Musa, ‘Mereka berkata: ‘Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu sendiri bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya akan duduk menanti disini saja.’(10) Akan tetapi, kami berperang bersamamu, di sebelah kanan dan kirimu, disebelah depan dan belakangmu.”(11) Disini para sahabat mengambil pelajaran dari sejarah Bani Israil, pelajaran yang membuat para sahabat tidak mengulangi kesalahan yang Bani Israil lakukan.
Melihat peran yang besar dari pelajaran sejarah, maka tak mengherankan bila ini menjadi salah satu materi pelajaran yang utama di zaman keemasan. Cukuplah kesaksian dua cucu orang besar menjadi buktinya. Pertama, Ali bin Al- Husain, cucu Ali bin Abi Thalib dan cicit Rasulullah, ia berkata, “Kami diajarkan sejarah peperangan Rasulullah sebagaimana kami diajarkan surat dalam Al- Qur’an.”(12) Kedua, Ismail bin Muhammad, cucu Sa’ad bin Abi Waqqash, ia berkata, “Ayahku mengajarkan kepada kami tentang peperangan Nabi. Dia sering mengulang-ngulang kisah peperangan Nabi. Dia berkata, ‘kisah tentang peperangan Nabi merupakan warisan nenek moyang kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian sia-siakan.”(13)
Melihat pelajaran sejarah yang memiliki tempat istimewa dalam pendidikan, yang selanjutnya berperan sebagai tonggak perubahan, maka sangat mengherankan bila hari ini materi sejarah kita abaikan. Sudah seharusnya kita kembali memberi perhatian terhadap kajian kesejarahan, terlebih tentang sejarah Rasul Sang Teladan. Bukankah ini yang setiap hari dan berulang kali kita pintakan? Kita meminta ditunjuki jalan yang lurus, jalan orang-orang yang diberi nikmat, bukan orang-orang yang dimurkai ataupun orang-orang yang tersesat.(14)
Bukankah orang yang deberi nikmat itu adalah para nabi, para shidiqin, para syuhada dan orang-orang shaleh?(15) Lantas bagaimana kita mau meniti jalan yang mereka tempuh, kalau kita sendiri tidak tahu seperti apa jalan mereka itu? Juga bagaimana kita bisa menghindari agar tidak terjerumus ke jalan orang-orang yang dimurkai atau tersesat, bila kita sendiri tidak mengetahui jalan mereka itu?
Untuk itu, belajar sejarah menjadi satu-satunya cara agar kita mengetahui jalan yang selama ini kita pintakan, terlebih melalui belajar sejarah Rasul Sang Teladan. Ada beberapa alasan kenapa belajar sejarah Rasul Sang Teladan menjadi sesuatu yang tidak boleh terlewatkan.
Pertama, karena Rasulullah adalah suri teladan terbaik untuk kita, dan Allah sendiri yang menjaminnya.(16) Allah berfirman, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
Kedua, karena pada sejarah Rasulullah sudah lengkap tersajikan gambaran jalan orang-orang yang diberi nikmat, ataupun jalan orang-orang yang dimurkai dan yang tersesat, untuk kita ikuti ataupun hindari.
Ketiga, karena pada hakikatnya ia adalah tafsir hidup dari Al-Qur’an secara keseluruhan. Ibunda Aisyah pun pernah memberi kesaksian ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, ia berkata, “Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an.” Jadi, mempelajari sejarah berbanding lurus dengan mempelajari Al-Qur’an dan dari sinilah kita akan mengetahui cara mengaplikasikan Islam yang bukan sekedar teori pengetahuan.
Keempat, karena sejarah Rasul Sang Teladan merupakan pintu segala ilmu pengetahuan. Mulai dari ilmu kepemimpinan, pendidikan, strategi peperangan, pertahanan, perdagangan, peradilan, kenegaraan dan lain sebagainya. Karena ilmu-ilmu ini melingkupi pribadi, keluarga, masyarakat dan negara, maka menjadi sangat luas cakupannya.
Kelima, karena sejarah Rasulullah merupakan bekal penting untuk melakukan perubahan. Allah menjadikan perjalanan hidup Rasulullah terbagi menjadi beberapa tahapan, dan pada tahapan-tahapan itu terkandung berbagai panduan. Secara garis besar sejarah Rasulullah terbagi menjadi 2 bagian: pertama, fase Makkah sebagai fase penanaman pondasi, dan kedua, fase Madinah sebagai fase pembangunan. Dan ini pun sudah menjadi panduan yang jika kita ingin ikuti, tidak boleh salah urutan.
Untuk itu, bila kita ingin melakukan sebuah perubahan yang penuh dengan kebaikan, kita harus memulainya melalui pendidikan yang dibekali dengan kajian kesejarahan. Belajar sejarah sangat perlu kita lakukan, agar kita tidak melakukan kesalahan, baik itu dalam masalah urutan ataupun cara yang harus dilakukan dalam melakukan perubahan. Jika kita tetap enggan mengambil pelajaran dari sejarah, kita bisa keliru seperti yang sebagain kaum muslimin lakukan, khususnya mereka yang mengharapkan khilafah ditegakkan.
Mengharapkan kembalinya khilafah yang sesuai manhaj kenabian merupakan keinginan semua orang yang beriman, dan merupakan sesuatu yang wajar bila kita ingin mendapatkan kemuliaan dengan ambil bagian dalam menghadirkan zaman yang dijanjikan. Tetapi yang menjadi persoalan adalah ketika semangat yang dijadikan landasan, dan ilmu dinomor sekiankan. Mereka yang bermodalkan semangat seolah beranggapan, bahwa dengan ditegakkan khilafah dan diterapkan syariat Islam, semua persoalan akan terselesaikan. Padahal tidak demikian. Karena ada generasi yang harus dipersiapkan, baik itu dari segi masyarakat yang akan terbebani dengan syariat, ataupun dari segi orang- orang yang akan menjalankan syariatnya itu sendiri.
Bukan tidak ada kebaikan dari orang-orang yang bersemangat ini, tetapi bila semangat itu dipandu dengan ilmu, kebaikan mereka akan lebih tersalurkan tepat sasaran. Bila kita menengok sejarah Rasul dalam mendirikan negara dan menerapkan syariat Islam di sana, maka kita akan dapati tahapan-tahapan yang beliau lalui. Seperti yang pernah disinggung sebelumnya, di Makkah beliau fokus menanam pondasi dengan mendidik generasi, tetapi di sini belum banyak syariat yang membebani. Baru setelah di Madinah, syariat Islam perlahan diterapkan. Penerapan syariat yang bertahap, menunjukan adanya urutan yang harus dilakukan.
Kemudian, di Madinah, beliau pun tidak serta merta mendirikan sebuah negara. Ada persiapan masyarakat yang Mus’ab bin Umair lakukan sebelum hijrah. Setelah hijrah, ada pengokohan sendi-sendi negara dengan membangun masjid, mempersaudarakan antar sahabat, dan pembuatan Piagam Madinah yang isinya sejumlah aturan. Semua ini termasuk proses pembangunan yang disinggung sebelumnya. Setelah negara berdiri pun, masih ada proses perjuangan yang panjang menuju kejayaan. Jadi, tidak sesederhana itu melakukan perubahan menuju zaman yang dijanjikan. Ada urutan tentang hal yang harus dilakukan, yang semuanya harus digali dari sejarah Rasul Sang Teladan.
Ini merupakan secuil alasan kenapa kita harus belajar sejarah Rasul sang teladan, karena yang diungkapkan belumlah seberapa bila dibandingkan dengan pelajaran yang bisa digali di lautan hikmah tak bertepi ini. Tapi belum cukupkah ini menjadi alasan agar kita segera belajar sejarah, wahai orang-orang yang mengharapkan perubahan?
CATATAN
- QS. Al-‘Alaq (96) 2. QS. Yusuf (12): 111 3. QS. Hud (11): 120
- Ali Imran (3): 137, An-Nahl (16): 36, An-Naml (27): 69, Ar-Rum (30): 42
- Akram Dhiya Al-Umuri, Shahih Shirah Nabawiyah. (Jakarta: Pustaka As- Sunnah, 2015) hlm. 159
- Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah. (Jakarta: Ummul Qura, 2015) hlm. 153-154
- Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah. (Jakarta: Ummul Qura, 2015) hlm. 179
- Akram Dhiya Al-Umuri, Shahih Shirah Nabawiyah. (Jakarta: Pustaka As- Sunnah, 2015) hlm. 151
- Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Fikih Sirah Nabawiyah. (Darus Sunnah: Jakatra, 2016) hlm. 518
- Al-Ma’idah (5) : 24
- Ali Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Lengkap Rasulullah jilid 1. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014) hlm. 613
- Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Fikih Sirah Nabawiyah. (Darus Sunnah: Jakatra, 2016) hlm. 7
- Ali Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Lengkap Rasulullah jilid 1. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014) hlm. 4
- QS. Al-Fatihah (1): 6-7
- QS. An-Nisa (4): 69
- Al-Ahzab (33): 21
– – – – – – – – – – – – – – – – – – – –
Ditulis oleh Widi YN
Leave a Reply